Kesenian wayang kulit kini sudah cukup langka untuk dinikmati oleh para pecinta nya Mungkin lebih karena perkembangan zaman yang semakin canggih, mau tidak mau pembuatan wayang kulitpun kini harus memanfaatkan teknologi agar bisa terus dinikmati oleh para pencintanya, salah satunya adalah ide kreatif pembuatan animasi wayang kulit yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan bangsa. Kini pembuatan wayang kulitpun bisa memanfaatkan teknologi komputer dengan membuat film animasinya, sehingga dapat menarik peminat untuk menonton wayang kulit dimanapun dan kapanpun, selain itu pembuatan animasi wayang kulit ditujukan untuk tetap melestarikan kebudayaan bangsa. Pembuatan animasi wayang kulit biasanya menggunakan sebuah software animasi, seperti adobe animate. Sebagai pengetahuan, ada berbagai jenis wayang di Khasanah Kebudayaan Wayang Indonesia yang perlu diketahui, yaitu diantaranya Wayang Suket, Kancil dan Suluh. Wayang Suket sebagai wayang yang terbuat dari bahan rumput (suket). Bahan pembuatan wayang ini memang dedaunan rerumputan yang dijalin atau dilipat untuk membuat wayang. Berbeda dengan wayang kulit, wayang suket tentunya memilih daya tahan yang lebih pendek, karena terbuat dari dedaunan. Wayang suket mungkin adalah salah satu bentuk efisiensi bahan, sehingga orang-orang terdahulu yang lebih banyak bertemu dengan dedaunan bisa tetap bermain wayang. Ada beberapa jenis wayang non-kulit yang usianya lebih tua ketimbang wayang suket. Misalnya ada wayang ajen, wayang golek, wayang cepak, dan sebagainya yang terbuat dari bahan kayu. Juga ada wayang golek langkung yang terbuat dari bahan bambu. Maka wayang suket menjadi salah satu jenis wayang non-kulit yang hadir dalam jenis berbeda. Dulunya, wayang suket merupakan mainan anak-anak di pedesaan pulau Jawa. Namun, kemudian ada seniman wayang, atau dalang yang akhirnya mencoba mengangkat cerita wayang dalam desain wayang suket. Wayang Kacncil, Wayang satu ini hadir ketika kisah kancil untuk anak-anak mulai populer. Maka, wayang juga dijadikan media sebagai bahan cerita anak tersebut. Sejarah mencatat, pencipta wayang kancil adalah Sunan Giri yang termasuk dalam Wali Sanga. Wayang kancil dikenal ditahun 1920-an, kisah kancil yang diangkat ke pertunjukan wayang menjadi populer oleh Bo Liem. Tahun 1980-an, demi meningkatkan pengetahuan dan kecintaan anak-anak pada kesenian tradisional Indonesia, wayang kancil dihidupkan kembali. Salah satu tokoh yang terkemuka dalam mengembangkan wayang kancil adalah Ki Ledjar Subroto dari Yogyakarta. Sama seperti pertunjukan wayang purwa, wayang kancil juga dilengkapi seperangkat gamelan, layar putih, penyanyi sinden dan sebagainya. Lagu-lagunya juga khas untuk pertunjukan wayang kancil dan mengandung pesan untuk anak-anak. Wayang suluh merupakan pertunjukan teater modern yang dipindahkan ke pertunjukan wayang. Hal itu ditunjukkan dengan karakter wayang yang merupakan orang biasa dengan pakaian sehari-hari. Suluh berarti cahaya sedikit, atau secercah cahaya. Meski demikian kata suluh disini merupakan kata dasar dari kata "penyuluhan" yang dilakukan pemerintah, melalui wayang. Wayang ini memang hadir setelah era kemerdekaan hingga tahun 1970-an. Dengan demikian, dalang dari pertunjukan wayang suluh ini juga sering disebut sebagai "juru suluh" atau "penyuluh". Karena memang waktu itu pertunjukan wayang ini ditujukan untuk sosialisasi program pemerintah pada masyarakat. Cerita yang diangkat juga bukan lagi cerita pewayangan, tapi cerita sehari-hari. Jadinya, tokoh-tokoh dalam wayang tersebut punya nama seperti manusia asli, seperti Pak Lurah, Pak RT, Tuan Tanah, dan sebagainya.Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} |