Kemampuan untuk mentransmisikan informasi lintas generasi dan lintas rekan dengan cara selain pertukaran genetik adalah ciri utama spesies manusia; lebih spesifik yaitu kapasitas untuk menggunakan sistem simbolik dalam berkomunikasi. Dari antropologis, "budaya" mengacu pada semua praktik pertukaran informasi yang tidak bersifat genetik atau epigenetik, mencakup semua sistem perilaku dan simbolik. Meskipun istilah "budaya" telah ada setidaknya sejak era Kristen awal. Sebelumnya, "budaya" biasanya mengacu pada proses pendidikan yang dialami oleh seorang individu; dengan kata lain, selama berabad-abad "budaya" dikaitkan dengan filsafat pendidikan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa budaya, seperti yang kebanyakan digunakan sekarang ini, adalah penemuan baru. Dalam teori kontemporer, konsepsi antropologis budaya telah menjadi salah satu medan paling subur bagi relativisme budaya. Sementara beberapa masyarakat memiliki pembagian gender dan ras yang jelas. Relativis budaya berpendapat bahwa tidak ada budaya yang memiliki pandangan dunia yang lebih benar daripada yang lain; mereka hanya pandangan yang berbeda. Sikap seperti itu telah menjadi pusat dari beberapa perdebatan yang paling berkesan selama beberapa dekade terakhir, yang mengakar dengan konsekuensi sosial-politik. Gagasan tentang budaya, terutama dalam kaitannya dengan fenomena globalisasi, telah melahirkan konsep multikulturalisme. Sebagian besar populasi dunia kontemporer hidup di lebih dari satu budaya, baik itu karena pertukaran teknik kuliner, atau pengetahuan musik, atau ide mode, dan sebagainya. Salah satu aspek filosofis budaya yang paling menarik adalah metodologi mempelajari spesimennya. Kenyataannya untuk mempelajari suatu budaya seseorang harus melepaskan diri darinya, yang dalam arti tertentu berarti bahwa satu-satunya cara untuk mempelajari suatu budaya adalah dengan tidak membagikannya. Studi tentang budaya menimbulkan salah satu pertanyaan tersulit sehubungan dengan sifat manusia: sejauh mana manusia benar-benar dapat memahami diri sendiri? Sejauh mana masyarakat dapat menilai praktiknya sendiri? Jika kapasitas analisis diri individu atau kelompok terbatas, siapa yang berhak atas analisis yang lebih baik dan mengapa? Apakah ada sudut pandang yang paling cocok untuk studi tentang individu atau masyarakat? Orang bisa berargumen bahwa antropologi budaya berkembang pada waktu yang sama di mana psikologi dan sosiologi juga berkembang. Namun, ketiga disiplin ilmu tersebut tampaknya berpotensi menderita cacat serupa: landasan teoretis yang lemah mengenai hubungannya masing-masing dengan objek kajian. Jika dalam psikologi tampaknya selalu sah untuk bertanya atas dasar apa seorang profesional memiliki wawasan yang lebih baik tentang kehidupan pasien daripada pasien itu sendiri, dalam antropologi budaya orang dapat bertanya atas dasar apa para antropolog dapat lebih memahami dinamika masyarakat daripada anggota masyarakat itu sendiri. Antropologi Seni Kini Antropologi seni mempelajari dan menganalisis berbagai objek material yang dihasilkan oleh manusia. Karya tidak hanya sebagai objek estetika tetapi dipahami memainkan peran yang lebih luas dalam kehidupan masyarakat, misalnya dalam kepercayaan dan ritual mereka. Materi yang dipelajari antara lain patung, topeng, lukisan, tekstil, keranjang, periuk, senjata, dan tubuh manusia itu sendiri. Para antropolog tertarik pada makna simbolis yang dikodekan dalam objek-objek tersebut, serta pada bahan dan teknik yang digunakan untuk memproduksinya. Antropologi seni tumpang tindih dengan sejarah seni, estetika, studi budaya material, dan antropologi visual. Namun, pendekatan antropologis terhadap seni dibedakan dengan fokusnya pada proses sosial yang terlibat dalam pembuatan objek. Jadi, sementara sejarawan seni mungkin tertarik pada karya dan kehidupan orang-orang yang disebutkan namanya, para antropolog seni lebih memperhatikan peran dan status seniman di masyarakat luas. Perhatian utama lainnya dari cabang disiplin ini adalah untuk menganalisis bentuk dan fungsi objek dan untuk mengeksplorasi hubungan antara ini dan aspek masyarakat yang lebih luas. Sejak tahun 1960-an para antropolog telah menghasilkan analisis materi visual yang semakin canggih. Baru-baru ini, perhatian lebih difokuskan pada ide-ide yang berbeda dari nilai estetika dalam masyarakat yang berbeda. Perhatian yang meningkat juga diberikan pada cara-cara di mana benda-benda material yang dibuat di satu bidang menjadi memiliki nilai di bidang lain. Misalnya, ada sejumlah penelitian terbaru tentang pasar wisata dan seni serta peran museum.Gambar, Jumenengan Pakubuwono XIII (Tempo/Andry Prasetyo) Bisakah pembaca mengungkap Antropologi dibalik gambar? Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} |