Kematian memiliki reputasi yang tidak menarik. Hal tersebut datang kepada kita semua, meratakan perbedaan status dan kekayaan yang telah dibuka oleh kehidupan. Kaya atau miskin, tinggi atau rendah, waktu berlalu untuk semua orang dan selalu habis pada akhirnya. Karya seni tentang kematian cenderung mengambil salah satu dari dua perspektif: optimis atau pesimis. Mereka yang berpandangan pesimistis bertindak sebagai peringatan: karena kematian bisa datang kapan saja, jadi kita harus berhati-hati dan tidak memperlakukan hidup dengan terlalu santai. Dan ketika datang, pastikan untuk mengetahui bahwa penilaian atas nilai hidup juga akan datang.

Karya seni yang optimis cenderung melihat melampaui kualitas kematian yang mengerikan dan lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih positif, seperti surga dan keabadian. Disini mari melihat simbol-simbol umum yang menggambarkan banyak segi kematian dalam seni.

1.       Simbol Bunga : untuk kekuatan dan keyakinan,

Di pedesaan Inggris dan melewati pemakaman gereja paroki setempat, banyak batu nisan lihat berasal dari abad ke-19, ketika tren seni pemakaman bergaya gothic yang rumit sedang memuncak. Sebuah batu nisan tertentu menarik perhatian. Hal tersebut tertanggal 1878, gaya gothic tidak dapat menyamarkan pesan yang menggembirakan yang coba disampaikan oleh simbolisme - setelah diterjemahkan. Di bagian atas batu, di bagian melengkung yang dikenal sebagai lunette, tukang batu telah mengukir rangkaian bunga dan flora. Di sisi kiri ditampilkan setangkai ivy, simbol cinta dan ingatan yang gigih karena cara sulur tanaman menempel. Di sebelah kanan adalah daun dan biji pohon ek, simbol kekuatan, ketabahan, dan keabadian. Di tengah desain, bagian tengahnya menunjukkan gambar yang lebih tidak biasa: bunga markisa.

Simbolisme bunga markisa berasal dari abad ke-16, ketika diakui oleh seorang pendeta Amerika Latin memiliki kualitas deskriptif yang tidak biasa. Sebagai titik fokus ke nisan kuburan, pesannya disengaja dan jelas: di sini terletak seorang hamba yang setia dan tabah, yang untuknya kehidupan akhirat yang bahagia layak didapatkan.

2.       Simbol Kerangka yang mengintai di setiap sudut

Didunia modern, jika kita beruntung, hidup kita bisa berjalan selama bertahun-tahun tanpa terpengaruh oleh kemungkinan kematian. Tidak demikian pada abad pertengahan, ketika hidup dipenuhi dengan antisipasi kematian yang tiba-tiba atau berkepanjangan. Dibandingkan dengan zaman kita, era abad pertengahan memiliki tingkat kematian bayi dan penyakit yang jauh lebih tinggi, bersama dengan kemungkinan perang brutal yang terus-menerus. Ketika, misalnya, wabah pes "Black Death" tiba di paruh kedua abad ke-14, diperkirakan telah membunuh antara 30 dan 60 persen populasi Eropa.

Ancaman maut yang selalu hadir tercermin dalam beberapa tema seni. Dari abad ke-15, Kematian mulai muncul dalam bentuk alegoris, paling sering muncul sebagai kerangka. Kematian digambarkan mengendarai melalui kota-kota dengan sabit terangkat, akan menebas seseorang. Kerangka Kematian sering menyerang tanpa peringatan, seperti pada karya-karya ukiran.

3.       Simbol Jam pasir yang habis

Ukiran benda-benda tertentu menjadi terkait erat dengan sosok kematian: salah satunya adalah jam pasir. Sebagai simbol dari “waktu berlalu”, jam pasir adalah objek yang menarik, karena menampilkan secara gamblang dan sederhana gagasan tentang waktu yang hampir habis.

Tetapi kemudian, jam pasir tidak selalu kosong: ia dapat diubah untuk berfungsi kembali, dan karena itu juga dikaitkan dengan gagasan siklus "kembali abadi". Dengan kata lain, karena jam pasir dapat dibalik, maka di dalamnya terkandung janji kebangkitan atau kehidupan setelahnya. Sementara jam pasir pada dasarnya bukan simbol kematian tetapi aliran waktu yang konstan, jam pasir paling mudah digunakan dalam seni sebagai simbol momento mori, pengingat kematian kita.

Memento mori adalah frasa Latin yang berarti "ingat kamu harus mati". Dalam seni, benda-benda lain menjadi simbol populer untuk menunjukkan sifat kehidupan yang berumur pendek, seperti tengkorak manusia, vas terbalik, dan mangkuk buah (terkadang membusuk).

Lukisan Momento mori menjadi subjek populer bagi para seniman, mencapai sesuatu yang tinggi dalam seni abad ke-17. Ini adalah zaman ketika tujuan kehidupan Kristen berada dalam fokus yang tajam: untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian dengan menghindari dosa, melakukan perbuatan baik, mengambil bagian dalam sakramen, dan mengikuti ajaran gereja.

4.       Simbol Sebuah lilin padam

Gambar lilin yang akan padam telah digunakan berulang kali dalam seni sebagai simbol kematian yang kuat, seperti dalam lukisan karya John William Waterhouse tentang Lady of Shalott yang terkutuk yang dilukis pada tahun 1888. Dalam lukisan tersebut tampak hari musim gugur, serpihan oker dari daun yang jatuh melayang di permukaan danau. Angin sepoi-sepoi bergerak melintasi air, cukup kuat untuk mengangkat rambut dari bahu, cukup lembut untuk membuat nyala lilin masih menyala. Kemudian tampak tiga lilin yang berdiri di depan perahu. Mereka mengelilingi sosok di kayu Salib. Dua lilin sudah padam; yang ketiga tampaknya berusaha keras untuk tetap menyala. Setiap saat, kita dapat membayangkan nyala api keemasan berkedip-kedip dan gumpalan asap menggantikannya. Sebagai tanda kematian yang akan segera terjadi, nyala lilin satu-satunya memberi tahu kita bahwa kehidupan segera berakhir. Dia menyanyikan ratapan terakhirnya saat nyala api akhirnya padam.

Di Indonesia simbol-simbol kematian sering divisualisasikan dengan karakter yang kurang lebih sama, yaitu tengkorak, pohon kamboja, nisan dan warna kegelapan dan sebuah pandangan positifnya diwakili pencahayaan yang muncul memecah siluet-siluet karakter tersebut.

Gambar : Sumber Lit tin candle in the dark conveying memorial, death, hope or darkness freepik.com

Normal 0 false false false IN X-NONE AR-SA /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:8.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:107%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri",sans-serif; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;}

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved