Mengenal Konsep Signifikasi dan Makna Pada mulanya Mounin dan Barthes membatasi medan riset semiologi dengan menetapkan: medan semiologi berisi “sistem-sistem tanda". Tetapi mereka melihat sistem-sistem tersebut dengan cara yang sangat berbeda. Bagi Mounin, sistem-sistem tanda terdefinisikan oleh fungsinya: sistem itu digunakan untuk komunikasi manusia. Bagi Barthes, sistem itu dicirikan oleh fakta bahwa sistem tersebut memiliki siginifikasi atau beberapa signifikasi; tetapi kita bisa mempertanyakan apakah pendapat itu tidak membuat kita juga mengurusi sistem-sistem yang di dalamnya perkara yang sudah diindentifikasi hanyalah pelbagai kumpulan yang berisi fakta-fakta signifikatif. Namun, menarik bahwa kita bisa menyaksikan bagaimana suatu warisan intelektual dibagi-bagi, bagaimana buku Cours yang sama dari Saussure bisa dengan segala kejujuran disebut-sebut membangun semiologi komunikasi, yang diwarisi dari Sekolah fonologi Praha dan dari fungsionalisme linguistik Martinet, dan disebut juga mendasari semiologi signifikasi, yang menginterpretasikan Sausure melalui Merleau-Ponty dan Hjelmslev. Antara semiologi komunikasi dan semiologi signifikasi, manakah yang lebih legitim? Haruskah kita memilih salah satu dari keduanya? Kita bisa memilih salah satu, asalkan pilihannya bukan karena kita tidak punya pilihan lain kecuali salah satu dari keduanya, sebab kedua semiologi tersebut tampaknya memang dibuat untuk memuaskan beberapa keluarga pikiran yang secara mendalam sangat berbeda, yang mungkin sama-sama tidak bisa direduksi. Pilihan paling sehat tentu saja dilakukan dengan berangkat dari semiologi yang paling restriktif (dalam hal tujuannya) untuk mendasarkan metodologi yang solid, sebelum kita melakukan serangan terhadap fakta-fakta lebih kompleks yang dicakup oleh semiologi signifikasi. Selain itu, kita juga akan mencatat bahwa beberapa sistem tanda tertentu, yaitu langue, telah mendapatkan pelbagai penjelasan ilmiah yang tuntas tak bersisa, koheren, sesederhana mungkin dari para linguis. Penjelasan tersebut memilih fungsi komunikasi sebagai kriteria basis. Hal itu tampaknya bisa membenarkan suatu langkah paralel ketika kita berusaha menjelaskan beberapa sistem non linguistik. Namun, karena langue merupakan satu tipe sistem semiologis yang hadir dalam setiap komunikasi manusia, maka memang berguna, mungkin juga harus, bahwa kita membandingkan sistem-sistem non-linguistik dan langue, serta kita harus pula meneliti interdependensi yang mungkin ada di antara sistem tersebut dan langue di dalam kerangka pelbagai kelompok manusia. Kita juga bisa mempertanyakan derajat otonomi yang dimiliki oleh sistem-sistem non-linguistik terhadap langue. Demikianlah bagi Barthes, “tampaknya memang kita semakin sulit memikirkan suatu sistem yang terdiri dari gambar atau yang terdiri dari benda-benda jika petanda (sig-nifié) dari gambar dan benda itu berada di luar bahasa: menangkap apa yang disignifikasikan oleh suatu substansi secara fatal adalah sama dengan melakukan pemotongan dengan menggunakan langue; tidak ada makna [sens] kecuali makna yang sudah dinamai, dan dunia petanda tidak lain adalah dunia bahasa” Karena itu, bagi kita, dengan metode yang baik, maka pertama-tama kita harus menganggap otonomi itu ada dan berusaha mempelajari sistem-sistem non-linguistik dalam sistem-sistem itu sendiri. Jelas bahwa kita memang bisa menjelaskan pelbagai tuturan bahasa dan teks literer dengan membuat analisis semiologisnya paralel dengan analisis yang khas linguistik, tetapi hai itu tidak harus mengimplikasikan bahwa semiologi adalah ‘satu bagian dari linguistik’. Linguistik fungsional membuat kita waspada terhadap transfer asal-asalan ke dalam suatu disiplin, pelbagai “model” yang dikerjakan untuk disiplin lain. Semiologi kita ini akan sangat teinspirasi oleh beberapa metode yang dibuat oleh linguistik fungsional, tetapi dengan alasan itu, semiologi ini akan mencari apa yang spesifik dalam setiap objek, dan akan berhati-hati agar jangan sampai memaksakan struktur yang ada sebelumnya ke-pada objek tersebut. Hai itu tidak berarti bahwa secara esensial kita akan menemukan di bawah ini semiologi komunikasi, kecuali untuk memeriksa selanjutnya kemungkinan beralih dari semiologi komunikasi menuju semiologi signifìkasi. Jadi apa sebenarnya makna? Makna dicoret dari medan linguistik oleh Bloomfield, makna juga disingkirkan oleh Shannon dan Weaver karena dari ukuran masalah teknis makna dianggap tidak memiliki relevansi. Meskipun begitu, makna (Francis sens, Inggris meaning) tetap dibicarakan sebagai hal yang sangat penting bagi mamisia. Namun, Charles Morris tidak man memasukkan meaning ke dalam peralatan terminologis semiotikanya, karena katanya istilah itu, yang memang sangat banyak digunakan sehari-hari, tidak memiliki kepresisian yang harus ada untuk analisis ilmiah. Karena itu, “semiotika teknis harus menyediakan kata-kata yang merupakan anak-anak panah yang sudah ditajamkan”. Dan sesungguhnya para penerjemah Prancis mengalami kesulitan dengan istilah meaning yang kadang diterjemahkan dengan sens, kadang dengan signification. Kebiasaan orang Francis adalah tidak membedakan sens dan signification sebuah kata, dan 1 semiologi harus mendelimitasi konsep-konsepnya, baik dengan membuat kata-kata baru, maupun dengan menggunakan istilah-istilah yang ada dengan cara ketat: sens [makna] dan signification [signifikasi] memiliki tempat dalam terminologi kita dan tidak bisa saling dipertukarkan. Tentang makna, kita mengambil definisi yang dibuat oleh Luis Prieto: “Makna adalah hubungan sosial yang dibangun oleh sinyal di antara sang emisor dan reseptor ketika tindakan semik sedang berlangsung. Misalnya, dalam tindakan semik yang sinyalnya berupa bunyi Jam berapa sekarang?, maka terjadilah di antara sang emisor dan reseptor suatu hubungan sosial yang bisa dideskripsikan sebagai: ‘bertanya Tuan Dubois jam berapa sekarang’ Demikian pula, berkat tongkat putih yang digunakan si buta, maka antara si buta dan orang-orang di sekelilingnya terbangunlah suatu hubungan sosial yang bisa dideskripsikan: ‘informasi bagi siapa pun yang ada di sekelilingku bahwa aku buta. Definisi itu tidak berlawanan dengan definisi yang dibuat oleh Bloomfield ketika dia menganggap makna sebagai sesuatu yang menghubungkan perkataan yang diucapkan B dengan sesuatu yang bisa disebut situasi A dan B yang mendahului dan mengikuti tindakan wicaranya. Print FullPage 9.05 pt 9.05 pt false false false IN X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; text-align:justify; text-justify:inter-ideograph; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Calibri",sans-serif; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} |