REPRESENTASI FOTOGRAFI SELFIE PADA PEKERJA FAST MOVING CONSUMER GOODS SEMARANG

(Kajian Perspektif Emic dan Etic)

Thomas N. Headland, kennth L. Pike, Marvin Harris - 1990

 

SARWO NUGROHO

 

Fotografi Selfie (Self Portrait) merupakan salah satu cabang dari fotografi dengan Self Portraiture sebagai ilmunya. Fenomena fotografi Selfie menjadi populer sejak teknologi komunikasi semakin canggih untuk dapat mengambil gambar melalui kamera smart phone. Fotografi Selfie selain berkaitan erat dengan citra yang dipersepsikan seseorang atas dirinya sendiri (self image), tetapi berbeda dengan selfie sebagai representasi di kalangan pekerja marketing khususnya di bidang Fast Moving Consumer Goods (FMCG). FMCG adalah para pekerja salah satu bidang industri yang menjual produk-produk yang dapat dijual dengan cepat pada tingkat harga yang rendah (kebutuhan pokok sehari hari). Sehingga sampai saat ini fenomena kultur fotografi Selfie mengalami perubahan fungsi dan tujuan, yaitu kultur fotografi Selfie untuk kepentingan pribadi dan kultur fotografi Selfie untuk manajemen perusahaan.

Perubahan sirkulasi sosial budaya melalui fotografi Selfie, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri (narsisme) dan fotografi Selfie yang digunakan untuk kepentingan manajemen perusahaan FMCG mengakibatkan perubahan fungsi dan tujuan dari kultur fotografi Selfie dan perbedaan kode kode fotografi yang dimunculkan sesuai dengan kepentingan dari fotografi Selfie. Perkembangan Selfie dalam penelitian ini dibagi tiga waktu sesuai perkembangan Selfie, yaitu (1) Waktu sebelum ada smart phone, ( 2) Waktu adanya smart phone dengan fasilitas kamera, dan (3) Waktu perkembangan smart phone dengan fasilitas kamera yang diintegrasikan dengan sistem lain secara online. Penilitan ini untuk mencari ideologi apa yang menopang foto Selfie sesuai dengan kepentingannya.  Selfie tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada penopangnya, karena ideologi bagian dari mekanisme pengaturan diri, pengelolaan tubuh dan jiwa. Ideologi yang mengakibatkan perubahan fungsi dan tujuan dari fotografi Selfie sesuai kepentingannya, sehingga membentuk pelaku Selfie sebagai individu diinterpelasi sebagai suatu subjek agar setiap orang dapat taat sepenuhnya pada perintah – perintah Subjek yang sepenuhnya oleh dirinya sendiri, sehingga perubahan kode – kode apa yang tampak sebagai hasil hari fotografi Sefie.

Penelitian kualitatif  ini merupakan kajian visual, dengan memperhatikan kultur fotografi Selfie untuk kepentingan pribadi dan kultur fotografi Selfie untuk kepentingan manajemen perusahaan, fokus pada nilai fungsi dan tujuan fotografi Selfie seiring dengan perkembangan teknologi smartphone, dan perubahan kode – kode pada kultur fotografi Selfie. Mengingat sifat subjektif penyelidikan kualitatif, perlunya pendekatan yang mengacu pada kebenaran bersifat universal (fonetik / etic) dan pendekatan yang bersifat spesifik (fonemik / emic).

Kultur fotografi Selfie melalui pendekatan dari perspektif etic dengan berusaha menganalisa perilaku dari pelaku Selfie pada saat membangun komposisi gambar saat Selfie dan aspek estetika Selfie, sehingga perlunya pandangan – pandangan atau teori yang mendukung dari kedua aspek tersebut. Perspektif etic kemungkinan dapat membedakan kode – kode yang tampak dari fotografi Selfie, sehingga perlunya teori untuk mendapatkan perbedaan kode – kode fotografi Selfie yang berhubungan dengan sejarah atau perubahan fungsi dan tujuan dapat diketahui dari kultur fotografi Selfie yang digunakan untuk kepentingan sendiri dan untuk kepentingan manajemen perusahaan FMCG.

Kultur fotografi Selfie melalui pendekatan perspektif emic dengan memahami perilaku individu dari pelaku Selfie, bahwa hasil dari berselfie akan diunggah pada media sosial sebagai bentuk narsisme untuk kepentingan sendiri atas kesadaran dirinya sendiri. Narsisme sebagai bentuk keasyikan pada diri sendiri yang akan ditunjukkan kepada orang lain dan mendapatkan suatu balasan dari seseorang lainnya. Secara umum ada 3 (tiga) macam narsisme, yaitu (1) narsis untuk menemukan kepuasan sendiri setelah mengunggah fotonya di media sosial, (2) narsis kebencian dan kesombongan, (3) narsis bersama (kelompok, keluarga, bersama teman).

Fotografi Selfie digunakan sebagai bentuk pelaporan kehadiran untuk kepentingan manajemen perusahaan oleh para FMCG. Budaya Selfie sebagai kepentingan manajemen perusahaan dengan mengikuti peraturan – peraturan yang berlaku pada perusahaan FMCG, bahwa para pekerja FMCG harus melakukan Selfie sesuai job description dan lokasi tugas dari masing masing para pekerja FMCG. Para pekerja FMCG dibawah naungan perusahaan agency yang telah menerapkan manajemen mutu dalam meningkatkan kinerja, khususnya untuk melakukan presensi dan reporting oleh para pekerja TL (Team Leader), MD (Marchendising) dan SPG (Sales promotion Girl) dengan menggunakan aplikasi yang sudah dibangun oleh agency dan ada yang menggunakan aplikasi umum pada play store yang bernama apk photoplace untuk melakukan presensi dengan cara Selfie (Potret diri) ditempat tugasnya. Para pekerja FMCG harus mengikuti sistem yang sudah ditentukan manajemen perusahaan.

Pada Perspektif emic terbentuk ideologi yang membentang sebagai jalinan struktur telah memetakkan subjek subjek dalam perannya masing – masing. Itulah para pelaku Selfie baik untuk kepentingan dirinya sendiri dan untuk kepentingan manajemen perusahaan FMCG, telah dibentuk ideologi dalam kultur fotografi Selfie sebagai individu yang diinterpelasi pada suatu subjek agar pelaku Selfie dapat taat sepenuhnya pada perintah –perintah Subjek, yakni agar mereka dapat sepenuhnya menerima ketaatannya, agar pelaku Selfie membuat gerak gerik dari ketaatannya sepenuhnya oleh dirinya sendiri. Tidak ada subjek kecuali dengan dan demi ketaatannya, itulah sebab mereka melakukan Selfie baik untuk kepentingan sendiri dan untuk kepentingan manajemen perusahaan FMCG. Dengan ketaatan yang diyakini sebagai kehendaknya, pelaku Selfie dilakukan seolah tanpa paksaan, seolah dengan kuasanya ia bekerja. Dengan begitu, tidak diperlukan pengawasan secara fisik, tidak perlu orang lainnya atau manajemen perusahaan FMCG ada didekatnya subjek – subjek untuk memastikan mereka melakukan Selfie. Setiap orang dan para pekerja FMCG telah mengatur dirinya sendiri sebagai pihak – pihak yang taat dengan ilusi kebebasan dan otonominya.

Perspektif etic dan etic dapat diintegrasikan melalui :

1.             Metode observasi dan studi literatur yang berakar dari kultur fotografi Selfie mulai pertama kali muncul Selfie sampai sekarang, sehingga terjadi perubahan fungsi dan tujuan dari para pelaku Selfie.

2.             Dilakukan analisis data sehingga menemukan makna fotografi Selfie melalui beberapa aspek, antara lain : (1) Perubahan nilai dan fungsi fotografi Slefie, (2) Perubahan kultur fotografi Selfie, (3) Fotografi Selfie sebagai bentuk kehadiran, (4) Fotografi Selfie sebagai simbolik, (5) Fotografi Selfie sebagai studi diri, (6) Fotografi Selfie sebagai fantasi, (7) Fotografi Selfie sebagai narasi, (8) Fotografi Selfie sebagai refleksi masalah kemanusiaan, (9) fotografi Selfie sebagai media pemasaran,(10) Fotografi Selfie Sebagai Industri Lifestyle.

Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi yang berfokus pada kebudayaan masyarakat tertentu yaitu pada kultur fotografi Selfie pada manajemen perusahaan FMCG. Penelitian ini didasarkan pada orang merekam apa untuk dapat diketahui, orang melakukan apa, dan orang menggunakan apa sebagai bentuk artefaknya. 

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved